Kamis, 30 Juni 2011

proposal skripsi PMRI

PROPOSAL SKRIPSI
PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIS INDONESIA (PMRI) TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 7 PALEMBANG
                                        
1.      Latar Belakang
            Matematika merupakan salah satu pengetahuan dasar terpenting untuk perkembangan ilmu pendidikan dan teknologi yang berguna bagi perkembangan bangsa. Pada umumnya pendidikan matematika bertujuan untuk mencerdaskan, memperluas pengetahuan, serta pengalaman dan wawasan manusia. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan merupakan suatu peroses terencana, teratur dan berkesinambungan yang bermuara pada tujuan tertentu. Kualitas suatu peroses akan menentukan hasil peroses tersebut.  Oleh kerena itu, kemampuan matematika perlu ditingkatkan lagi, matematika dianggap oleh sebagian besar siswa merupakan pelajaran yang sulit, abstrak dan terkesan menegangkan. Selain itu proses pembelajaran yang dipraktekan guru di ruang kelas adalah pembelajaran mekanistik. Dimana guru hanya memberikan informasi dan mengharapkan siswa untuk menghafal dan mengingat apa yang telah dipelajari serta menekankan pada latihan mengerjakan soal dan menggunakan rumus tanpa memberikan kesempatan pada siswa untuk berdiskusi dengan teman sekelas dan membuat siswa terlihat aktif dalam peroses pembelajaran, sehingga terkesan guru lebih aktif dari pada siswa.
            Masalah utama yang sering dihadapi dalam pendidikan matematika adalah rendahnya kemampuan pemahaman konsep siswa. Diasumsikan yang menjadi penyebab dari permasalahan tersebut yaitu pendekatan pembelajaran yang dipakai                 selama ini masih menggunakan pendekatan tradisional yang menekankan pada latihan mengerjakan soal serta menggunakan rumus. Dampak dari pembelajaran mekanistik ini siswa akan menemukan kesulitan jika dihadapkan pada soal aplikasi atau soal yang berbeda dengan soal yang biasa dilatihkan. Karena matematika merupakan pelajaran yang objek kajiannya bersifat abstrak yang memuat angka-angka dan rumus-rumus maka diperlukan suatu pendekatan baru yang mampu menampilkan hal-hal yang kongkret sebelum masuk ke hal-hal yang abstrak.
           Khusus mata pelajaran matematika, selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasyarat pemahaman konsep sebelumnya.
            Menurut Fowler (dikutip Muslich, 2009: 221), matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. Berdasarkan pendapat tersebut bahwa karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Selain itu, belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pemahaman siswa tentang konsep sangat lemah.
            Menurut Rosser (dikutip Sagala, 2003: 73), konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Kemampuan siswa juga mempunyai pengaruh pada pemahaman konsep siswa. Siswa yang kurang berbakat matematika atau kurang mampu dalam mempelajari matematika, sering mengalami kesulitan menangkap dan memahami  konsep yang benar dalam proses belajar, sehingga proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung dengan baik.
            Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih model dan pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran.
            Tujuan pembelajaran yang diinginkan tentu yang optimal. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam proses belajar mengajar agar pemahaman konsep siswa dalam belajar lebih baik, salah satu diantaranya yang menurut penulis penting adalah pendekatan pembelajaran. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk dapat membuat siswa aktif dalam suasana menyenangkan salah satunya dengan pendekatan pembelajaran realistik. Pendekatan ini mampu membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dan mampu menghadirkan masalah yang kongkrit.  
            Berdasarkan pengamatan peneliti dan wawancara dengan siswa kelas VIII di SMP Negeri 7 Palembang kondisi proses belajar disekolah tersebut selama ini khususnya pada pelajaran matematika siswa hanya sekedar mendengar, memperhatikan, mencatat, kemudian mengerjakan soal latihan, yang lebih aktif dalam berpikir adalah guru, sedangkan siswa hanya bertindak sebagai penerima materi. Kondisi seperti ini secara tidak langsung akan berdampak pada pencapaian hasil belajar siswa yang kurang memuaskan serta kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika tidak dapat dilakukan dengan baik, sehingga pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika lemah.
            Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul: “PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIS INDONESIA (PMRI) TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 7 PALEMBANG”
2.      Masalah Penelitian
2.1  Pembatasan Lingkup Masalah
            Agar aspek-aspek dari masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan menyimpang dari sasaran yang diharapkan, maka penulis membatasi penelitian ini pada hal-hal berikut ini:
1.      Pengaruh yang dimaksud adalah membandingkan kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen, siswa diajarkan dengan menggunakan pedekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) sedangkan pada kelas kontrol siswa diajarkan dengan konvensional
2.      Pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika disini dapat dilihat dari tes yang mempunyai kriteria tujuh indikator pemahaman konsep yang diberikan setelah proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
3.      Pendekatan PMRI yang dimaksud merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang mengungkapkan pengalaman dan kejadian yang dekat dengan siswa sebagai sarana untuk memahamkan persoalan matamatika (Kemendiknas, 2010)
4.      Siswa yang diteliti adalah siswa kelas VIII di SMP Negeri 7 Palembang tahun ajaran 2011/2012
5.      Materi dalam penelitian ini adalah luas permukaan balok.




2.2 Rumusan Masalah.
Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :
“Adakah pengaruh pendekatan Pendidikan Matematika Realistis Indonesia ( PMRI ) terhadap kemampuan pemahaman konsep Matematika siswa SMP Negeri 7 Palembang”?

3.      Tujuan Penelitian
            Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat ada atau tidak ada pengaruh pendekatan Pendidikan Matematika Realistis Indonesia ( PMRI ) terhadap kemampuan pemahaman konsep Matematika siswa  di SMP Negeri 7 Palembang.

4.      Manfaat Penelitian
            Manfaat penelitian merupakan hasil yang dapat digunakan oleh pihak-pihak lain agar dapat meningkatkan hasil belajar.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.      Bagi guru, sebagai bahan untuk materi pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
2.      Bagi sekolah, diharapkan sebagai masukan dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran yang lebih baik sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan menghimbau kepada guru agar Pendekatan Pendidikan Matematika Realistis (PMRI) dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika

5. Tinjauan Pustaka
5.1. Kajian Literatur
5.1.1. Belajar
Belajar merupakan proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari. (Krisna, 2009)
Menurut teori Behavioristik (dikutip Unila, 2010) belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Depdiknas (dikutip Unila, 2010) mendefinisikan ‘belajar’ sebagai peroses membangun makna/pemahaman konsep terhadap informasi dan/atau pengalaman. Peroses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Peroses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa.
Dari pengertian belajar diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah peroses perubahan tingkah laku secara aktif dan membangun pemahaman terhadap informasi atau pengalaman disekitar individu yang dapat dilakukan sendiri atau bersama orang lain.
5.1.2. Pembelajaran Matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (dikutip Asdoris, 2008) kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai proses cara menjadikan orang atau mahluk hidup belajar. Menurut Gagne dan Briggs (dikutip Asdoris, 2008) melukiskan pembelajaran sebagai upaya orang yang tujuannya adalah membantu orang belajar, secara lebih terinci Gagne mendefinisikan pembelajaran sebagai seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal.
Suatu pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh Corey (dikutip Asdoris, 2008) bahwa pembelajaran adalah Suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.
Dari pengertian pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran berpusat pada kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar. Oleh karena itu pada hakekatnya pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (sipelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.
Menurut Soedjadi (dikutip Asdoris, 2009)  matematika memiliki karakteristik : (1) Memiliki obyek kajian abstrak, (2). Bertumpu pada kesepakatan, (3) Berpola pikir deduktif, 4). Memiliki simbol yang kosong dari arti, (5). Memperhatikan semesta pembicaraan, dan (6). Konsisten dalam sistemnya
Sedang menurut Depdikbud (dikutip Asdoris, 2009) matematika memiliki ciri-ciri, yaitu (1). Memiliki obyek yang abstrak, (2). Memiliki pola pikir deduktif dan konsisten, dan (3) tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Berdasarkan hal tersebut di atas dalam pembelajaran matematika perlu disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa, dimulai dari yang konkrit menuju abstrak. Namun demikian meskipun obyek pembelajaran matematika adalah abstrak, tetapi mengingat kemampuan berpikir siswa Sekolah Dasar yang masih dalam tahap operasional konkrit, maka untuk memahami konsep dan prinsip masih diperlukan pengalaman melalui objek kongkrit.
5.1.3.   Pendekatan Matematika Realistik Indonesia
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas (Hadi, 2003).
 Berdasarkan pemikiran tersebut, menurut Gravemeijer (dikutip Hadi, 2003) PMR mempunyai ciri antara lain, bahwa dalam peroses pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan menurut Lange (dikutip Hadi, 2003) bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia rill”
Menurut Blum & Niss (dikutip Hadi, 2003) Dunia riil adalah segala sesuatu diluar matematika. Ia bisa berupa mata pelajaran lain selain matematika, atau bidang ilmu yang berbeda dengan matematika, atau pun kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita.
Dalam RME, dunia nyata (real world) dapat dimanfaatkan sebagai titik awal pengembangan ide dan konsep matematika. Blum dan Niss (dikutip Kemendiknas, 2010) menyatakan “real world  is the world outside mathematics, such as subject matter other than mathematic, or our daily life and environment” artinya, dunia nyata adalah segala sesuatu diluar matematika seperti pada pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Sementara itu, Lange (dikutip Kemendiknas, 2010) menyatakan : “Real world as a concrete real world which is transferred to students through mathematical application” artinya, dunia nyata sebagai suatu dunia yang kongkret yang disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika
Menurut Marpaung (dikutip Hammad, 2009) Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan paradigma pendidikan sekarang. PMRI menginginkan adanya perubahan dalam paradigma pembelajaran, yaitu dari paradigma mengajar menjadi paradigma belajar.
Menurut Zulkarnain (dikutip Hammad, 2009) PMRI juga menekankan untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna dengan mengkaitkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik. Siswa disajikan masalah-masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi realistik. Kata realistik disini dimaksudkan sebagai suatu situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa atau menggambarkan situasi dalam dunia nyata.

i.        Prinsip-prinsip PMRI
Sejalan dengan konsep asalnya, menurut Marpaung (dikutip Kemendiknas, 2010) PMRI dikembangkan dari tiga perinsip dasar yang mengawali RME, yaitu guided reinvention and progressive mathematization (penemuan terbimbing dan matematisasi progresif), didactical phenomenology (fenomologi didaktis), serta self developed models (model dikembangkan sendiri). Perinsip RME menurut Heuvel-Panhuizen dikutip Kemendiknas (2010: 10) adalah sebagai berikut.
a.       Perinsip aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas manusia. Pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika.
b.      Perinsip relitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-masalah yang relistik atau dapat dibayangkan oleh siswa.
c.       Perinsip berjenjang, artinya dalam belajar matemtika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman,yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau relistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal.
d.      Perinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik.
e.       Perinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya dalam menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan itu serta menanggapinya.
f.       Perinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan untuk menemukan (reinvention) pengetahuan matematika terbimbing.

ii.      Karakteristik PMRI
Karakteristik PMRI merupakan karakteristik yang berasal dari RME. Dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan lingkungan dan budaya setempat. Menurut Lange (dikutip Kemendiknas, 2010), karakteristik PMRI secara umum adalah sebagai berikut :
a.       Penggunaan konteks dalam aksplorasi fenomenologis
Titik awal pembelajaran sebaiknya nyata, sesuai dengan pengalaman siswa.  Sehingga nantinya siswa dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar tersebut dan dunia nyata dapat menjadi alat untuk pembentukan konsep.
b.      Penggunaan model untuk mengonstruksi konsep
Dikarenakan dimulai dengan suatu hal yang nyata dan dekat dengan siswa, maka siswa dapat menggembangkan sendiri model matematika. Dengan konstruksi model-model yang mereka kembangkan dapat menambah pemahaman mereka terhadap matematika.
c.       Penggunaan kreasi dan kontribusi siswa
Pembelajaran dilaksanakan dengan melibatkan siswa dalam berbagai aktivitas yang diharapkan memberikan kesempatan, atau membantu siswa, untuk menciptakan dan menjelaskan model simbolik dari kegiatan matematis informalnya.


d.      Sifat aktif dan interaktif  dalam peroses pembelajaran
Dalam pelaksanaan ketiga perinsip tersebut, siswa harus terlibat secara interaktif, manjelaskan, dan memberikan alasan pekerjaannya memecahkan masalah kontekstual (solusi yang diperoleh), memahami pekerjaan (solusi) temannya, menjelaskan dalam diskusi kelas sikapnya setuju atau tidak setuju dengan solusi temannya, menanyakan alternatif pemecahan masalah, dan merefleksikan solusi-solusi itu. Interaksi antara siswa, antara siswa-guru serta campur tangan, diskusi, kerjasama, evaluasi dan negosiasi eksplisit adalah elemen-elemen esensial dalam peroses pembelajaran.
e.       Kesalingterkaitan (intertwinement) antara aspek-aspek atau unit-unit matematika
Struktur dan konsep-konsep matematis yang muncul dari pemecahan maalah realistik itu mengarah ke interwining (pengaitan) antara bagian-bagian materi. Integrasi antar unit atau bagian matematika yang menggabungkan aplikasi menyatakan bahwa keseluruhan saling berkaitan dan dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah dikehidupan nyata.
Menurut Marpaug (dikutip Kemendiknas, 2010: 12), selain lima karakteristik dasar diatas, untuk memberikan ciri khas Indonesia, maka ditambahkan karakteristik keenam yaitu mencirikan khas alam dan budaya Indonesia dengan semakin dekat konteks-konteks yang diberikan diharapkan akan menambah pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diberikan.

iii.    Standar Penjaminan Mutu PMRI
Tim pengembang PMRI dalam Quality Assurance Conference yang diadakan di Yogyakarta tanggal 17-18 April 2009 sepakat menetapkan beberapa setandar penjaminan mutu PMRI. Setandar tersebut dapat digunakan dan diacu para guru matematika. Berikut ini adalah setandar dimaksud yang berkaitan dengan guru matematika. (Kemendiknas, 2010 : 13)
a.       Standar Guru PMRI
1.      Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang matematika dan PMRI serta dapat menerapkan dalam pembelajaran matematika untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
2.      Guru memfasilitasi siswa dalam berpikir, berdiskusi, dan bernegosiasi untuk mendorong inisiatif dan kreatifitas siswa.
3.      Guru mendampingi dan mendorong siswa agar berani mengungkapkan gagasan dan menemukan strategi pemecahan masalah menurut mereka sendiri.
4.      Guru mengelola kelas sedemikian sehingga mendorong siswa bekerja sama dan berdiskusi dalam rangka pengkonstruksian pengetahuan siswa
5.      Guru bersama siswa menyarikan (summarize) fakta, konsep, dan perinsip matematika melalui proses refleksi dan konfirmasi.
b.      Standar Pembelajaran Menurut PMRI
1.      Pembelajaran dapat memenuhi tuntutan ketercapaian standar kompetensi dalam kurikulum
2.      Pembelajaran diawali dengan masalah realistik sehingga siswa termotivasi dan terbantu belajar matemtika.
3.      Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa mengeksplorasi masalah yang diberikan guru dan berdiskusi sehingga siswa dapat saling belajar dalam rangka pengkonstruksian pengetahuan.
4.      Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk membuat pembelajaran lebih bermakna dan membentuk pengetahuan yang utuh.
5.      Pembelajaran diakhiri dengan refleksi dan konfirmasi untuk menyarikan fakta, konsep, dan perinsip matematika yang telah dipelajari dan dilanjutkan dengan latihan untuk memperkuat pemahaman
c.       Standar Bahan Ajar PMRI
1.      Bahan ajar yang disusun sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
2.      Bahan ajar menggunakan permasalahan realistik untuk memotivasi siswa dan membantu siswa belajar matematika.
3.      Bahan ajar memuat berbagai konsep matematika yang saling terkait sehingga siswa memperoleh pengetahuan matematika yang bermakna dan utuh.
4.      Bahan ajar memuat materi pengayaan yang mengakomodasi perbedaan cara dan kemampuan berpikir siswa.
5.      Bahan ajar dirumuskan/disajiakan sedamikian sehingga mendorong/memotivasi siswa berpikir kritis, kreatif dan inovatif serta berinteraksi dalam belajar.            

iv.    Konsepsi PMRI
Beberapa konsepsi PMRI tentang siswa, guru dan tentang pengajaran yang diuraikan berikut ini mempertegas bahwa PMRI sejalan dengan paradigma baru pendidikan, sehingga ia pantas untuk dikembangkan di Indonesia (Hadi, 2005)

1.      Konsepsi tentang siswa.
·         Siswa memiliki seperangkat konsep alternative tentang ide-ide matematika yang memepengaruhi belajar selanjutnya.
·         Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri
·         Pembentukan pengetahuan merupakan peroses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan
·         Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk  dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman.
·         Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematik.
2.      Konsepsi tentang guru
·         Guru hanya sebagai fasilitaor belajar
·         Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif
·         Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada peroses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil.
·         Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikilum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik maupun sosial.
3.      Konsepsi tentang pengajaran
Menurut Lange (dikutip Hadi, 2005) Pengajaran matematika dengan pendekatan PMRI meliputi aspek-aspek berikut
·         Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) “riiil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna.
·         Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut.
·         Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan.
·         Pengajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternative penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.   

v.      Fase-fase PMRI
Fase-fase model pembelajaran matematika Realistik mengacu pada Gravemeijer, Sutarto Hadi, dan Treffers yang menunjukan bahwa pengajaran matematika dengan pendekatan realistik meliputi fase-fase berikut (Kemendiknas, 2010)
1.      Fase pendahuluan
Pada fase ini, guru memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” atau “real” bagi siswa yang berarti sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna.
2.      Fase pengembangan.
Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan atau masalah yang diajukan.
3.      Fase penutup atau penerapan.
Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.

vi.     Kelebihan dan Kelemahan Pendidikan Matematika Realistik
1.         Kelebihan pembelajran matematika realistik
Menurut Suwarsono (dikutip Hadi, 2003) kelebihan pembelajaran matematika realistik antara lain:
a.    Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
b.   Matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh orang lain tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar matematika.
c.    Cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak usah harus sama antara orang yang satu dengan yang lainnya.
d.   Mempelajari  matematika peroses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk mempelajarai metematika orang harus menjalani sendiri peroses itu dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan guru.
e.    Memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran lain yang juga dianggap unggul yaitu antara pendekatan pemecahan masalah, pendekatan konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran yang berbasis lingkungan. 
2.         Kelemahan pembelajaran matematika realistik
Kelemahan pembelajaran realistik menurut Suwarsono (dikutip Hadi, 2003), yaitu :
a.    Pencarian soal-soal yang kontekstual tidak terlalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa.
b.   Penilaian dan pembelajaran matematika realistik lebih rumit daripada pembelajaran konvensional
c.    Pemilihan alat peraga harus cermat sehingga dapat membantu peroses berfikir siswa.
3.         Cara mengatasi  kelemahan pembelajaran matematika realistik dapat dilakukan upaya-upaya antara lain :
a.    Memodifikasi semua siswa untuk dalam kegiatan pembelajaran
b.   Memberikan bimbingan kepada siswa yang memerlukan.
c.    Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk dapat menemukan dan memahami konsep.
d.   Mengguanakan alat peraga yang sesuai sehingga dapat membantu peroses berfikir siswa maka pembelajran matematika dengan pendekatan realistik dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep matematika.

5.1.4.   Kemampuan Pemahaman Matematis
Istilah pemahaman dapat ditemukan dalam beberapa tulisan. Sumarmo (dikutip Kesumawati) menterjemahkan pemahaman sebagai understanding. Ansari (dikutip         Kesumawati) menggunakan kata pemahaman sebagai terjemahan dari istilah knowledge. Ruseffendi (dikutip Kesumawati) menyebutkan pemahaman sebagai terjemahan dari comprehension
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (dikutip Kesumawati) dijelaskan bahwa kata “pemahaman” berasal dari kata “paham” yang berarti mengerti benar atau tahu benar.
      Menurut kurikulum 2006 (dikutip Kesumawati) pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukan siswa dalam memahami konsep dan melakukan prosedur secara luwes, akurat, efisien, dan tepat. Adapun Indikator yang menunjukan pemahaman konsep antara lain sebagai berikut :
1.      Menyatakan ulang sebuah konsep adalah kemampuan siswa untuk mengungkapkan kembali yang telah dikomunikasikan kepadanya.
2.      Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya) adalah kemampuan siswa untuk dapat mengelompokan objek menurut sifat-sifatnya.
3.      Memberikan contoh dan non contoh dari konsep adalah kemampuan siswa dapat membedakan contoh dan bukan contoh dari suatu materi yang telah dipelajari.
4.      Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis adalah kemampuan siswa menggambar atau mambuat grafik, membuat ekspresi matematis, menyusun cerita atau teks tertulis.
5.      Menggembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep adalah kemampuan siswa mangkaji mana syarat perlu atau cukup suatu konsep yang terkait.

6        Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu adalah kemampuan siswa menyelesaikan soal dengan tepat sesuai denagn prosedur.
7        Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah adalah kemampuan siswa menggunakan konsep serta prosedur dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.  

5.2.   Kajian Terdahulu Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2009) yang berjudul “Penerapan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Pada Materi Pokok Bangun Datar di Kelas V SD Negeri 104 Palembang. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa aktifitas belajar siswa yang paling dominan adalah pada aktivitas menulis (84,7%) dan aktifitas yang paling rendah yaitu aktifitas lisan (71,8%), serta dengan nilai sebesar (81,5%) dan dikategorikan baik.
Penelitian yang dilkukan oleh fitri Rahayu (2010) yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Pada Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas III SD Negeri I Jatimulya Belitang Madang Raya. Hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata nilai eksprimen yaitu 81,13 sedangkan rata-rata nilai kontrol yaitu 69,87.

6.         Anggapan Dasar
            Menurut Surakhmad (dikutip Arikunto, 2006: 65), anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan pendidikan matematika realistik Indonesia (PMRI) siswa menjadi pembelajar yang aktif bukan hanya manjadi pengamat yang pasif dan bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sehingga dapat menghubungkan pelajaran dengan dunia nyata.

7.      Hipotesis Penelitian
            Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,2006: 71).
            Sebagai jawaban sementara terhadap masalah dalam penelitian ini yang kebenarannya harus dibuktikan, maka penulis merumuskan hipotesis pada penelitian ini adalah “Ada pengaruh pendekatan pendidikan matematika realistik Indonesia (PMRI)  terhadap pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika kelas VIII di SMP Negeri 7 Palembang”

8.      Kriteria Pengujian Hipotesis
            Rumusan hipotesis penelitian ini terdiri dari hipotesis nol  dan hipotesis alternative .
         Ada pengaruh pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) terhadap pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika.
         Tidak ada pengaruh pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) terhadap pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika.
            Dasar pengambilan keputusan menggunakan uji satu pihak. Dengan kriteria pengujian yaitu terima  jika  dan tolak  jika t mempunyai harga-harga lain. Derajat kebebasan untuk daftar distribusi t adalah  dengan peluang  (Sudjana, 2005:243).
9.      Prosedur Penelitian
9.1        Variabel Penelitian
            Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,2006: 118).
            Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Adapun variabel terikatnya adalah kemampuan pemahaman konsep, sedangkan variabel bebas adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dan pembelajaran konvensional
9.2.       Definisi Operasional Istilah
1.      Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan keterampilan “proses of doing mathematics” berdiskusi dan bekerja sama, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan
sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.
2.      Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah dan demonstrasi, latihan soal dan kemudian pemberian tugas.
3.      Pemahaman konsep matematika adalah kemampuan siswa menyatakan ulang sebuah konsep, mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu, memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, menggunakan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

9.3        Populasi dan Sampel
9.3.1        Populasi
            Menurut Riduwan (2005: 8) populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian.
            Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMP Negeri 7 Palembang tahun ajaran 2011/2012. Data selengkapnya terdapat pada tabel di bawah ini
Populasi Penelitian
KELAS
L
P
JUMLAH
VIII.1
VIII.2
VIII.3
VIII.4
VIII.5
VIII.6
VIII.7
7
6
22
24
21
24
24
31
32
16
14
17
14
14
38
38
38
38
38
38
38
Jumlah
120
138
266
                            (Sumber : Kepala Tata Usaha SMP Negeri 7 Palembang)
9.3.2        Sampel
            Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. (Riduwan, 2005 : 10)
            Adapun teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik simple random sampling  untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol ditentukan berdasarkan undian. Berdasarkan teknik simple random sampling yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti mengambil dua kelas. Hal ini dilakukan dengan cara mengundi kertas yang telah ditulis nama ketujuh kelas tersebut.
            Berdasarkan teknik simple random sampling diperoleh kelas VIII.4 dengan jumlah sebanyak 38 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII.7 dengan jumlah sebanyak 38 siswa sebagai kelas kontrol.
9.4   Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilihat dari jenisnya merupakan penelitian eksperimen. Dimana ada 2 (dua) kelas yang diberi tindakan, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dan kelas kontrol tidak  menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
            Adapun skenario dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
1.      Kegiatan Awal
a.      Apersepsi :
    Meninjau kembali materi prasyarat yang harus dikuasai siswa yaitu siswa diingatkan kembali rumus persegi yaitu sisi dikalikan sisi dan luas persegi panjang yaitu panjang dikalikan lebar.
  Siswa mnyebutkan contoh benda yang berupa balok yang ada di sekitar kelas.
  Mengkaitkan materi pelajaran dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari misalnya kotak pasta gigi (pepsodent), etalase dan lain-lainnya.
      b.   Motivasi : menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat menentukan luas permukaan balok serta manfaat dan pentingnya setelah mempelajari luas permukaan balok dalam kehidupan sehari-hari.
            Contoh : Pak Agus mempunyai kotak kado (tempat hadiah ulang tahun) yang berbentuk balok dengan panjang 30 cm, lebar 10 cm, dan tingginya 12 cm, dan Pak Agus ingin membungkus kotak kado itu dengan kertas warna-warni biar lebih bagus sedangkan harga kertas warna-warni adalah Rp 7500,00 permeter persegi, jadi berapa besar biaya yang diperlukan Pak Agus untuk membungkus seluruh kotak kado tersebut?
2.      Kegiatan Inti
  1. Guru bersama siswa membahas materi tentang luas permukaan balok dan mengkaitkannya dengan konteks nyata dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengamati atau mengkonstruksi sendiri luas permukaan balok untuk membantu siswa lebih memahami materi yang dipelajari agar proses belajar lebih bermakna.
  3. Guru mengembangkan rasa ingin tahu siswa dengan bertanya atau guru yang bertanya kepada siswanya.
  4.  Guru membentuk siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan masalah-masalah tentang luas permukaan balok yang sudah disiapkan oleh guru dalam bentuk LKS yang dihubungkan dalam kehidupan nyata, agar pembelajaran dapat efektif dan efisien.
  5. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar siswa pada saat mereka menyelesaikan atau mengerjakan tugas tersebut.
  6. Salah satu siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya ke depan kelas dan siswa lain menanggapinya dengan bimbingan dan arahan guru agar diskusi terarah dan mendapatkan strategi yang lebih baik.
  7. Guru membahas kembali hasil diskusi kelompok siswa itu apakah sudah benar atau belum sambil memperbaiki konsep yang masih salah.
3.      Kegiatan akhir
a.   Guru mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan tentang materi pelajaran yang telah dipelajari pada waktu itu yaitu: luas permukaan balok adalah: 2pl+2pt+2lt atau 2(pl+pt+lt).
      b.   Guru memberikan evaluasi yang soalnya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang     memiliki kriteria

9.5  Teknik Pengumpulan Data
      Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto,2006: 150). Bentuk tes yang digunakan adalah bentuk uraian, soal-soal tersebut dibuat dengan mengacu pada 7 indikator penilaian pemahaman konsep. Tes ini diberikan pada akhir pembelajaran  yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep siswa  setelah dilaksanakan proses pendekatan pendidikan matematika realistik Indonesia (PMRI)

9.6. Teknik Uji Coba Instrumen
9.6.1 Teknik Uji Validitas soal
            Menurut Arikunto (2006: 168) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Suatu tes dapat dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Pengujian validitas menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu :
rxy =                                 (Arikunto, 2006 : 170)
keterangan :
rxy  = indeks korelasi antara dua variabelyang dikorelasikan
N = jumlah siswa uji coba
X = Skor tiap item
Y = Skor total tiap item
Kriteria pengujian suatu istrument yaitu diperolehnya koefisien korelasi yakni rhitung  rtabel maka dapat dikatakan signifikan atau valid.
9.6.2 Teknik Uji Reliabilitas Soal
            Menurut Arikunto (2006: 178) realibitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengukur data karena instrument tersebut sudah baik. Sebelum soal diberikan kepada siswa sampel, maka terlebih dahulu diadakan uji coba soal. Adapun perhitungan reliabilitas instrument digunakan rumus Alpha, yaitu :
r11 =                                              (Arikunto, 2006 : 196)
dimana:
 =                                                          (Arikunto, 2006 : 184)
Keterangan :
r11 = reliabelitas instrument
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
 = jumlah varians butir

 = Varians total
N = jumlah siswa uji coba
Jika r11 > r table product moment maka soal tersebut memiliki daya relibilitas yang baik.

9.7 Teknik Analisis Data
   Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dari pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), maka data yang sudah terkumpul baik data dari kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) maupun data dari kelas kontrol yang tidak menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
9.7.1     Uji Normalitas Data
Uji normalitas data yang diperlukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh normal atau tidak karena untuk uji statistik parameter atau uji t harus dapat digunakan. Jika data tersebut berdistribusi normal tabel distribusi frekuensi yang dibuat di uji kenormalannya dengan menggunakan rumus kemencengan kurva:
                                
Dimana dan S dicari melalui :
                                                                                  (Sudjana, 2005: 67)
   , dan
                                                                   (Sudjana, 2005: 95)
Data distribusi normal apabila harga Km terletak antara -1 dan +1 (-1< Km < +1).
Keterangan:
Km           : Kemecengan kurva
Mo           : Modus
S              : Simpangan baku
             : Batas bawah kelas
P              : Panjang kelas modus
             : Frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang lebih kecil sebelum modus
            : Frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang lebih besar sebelum modus
            : Nilai rata-rata hasil kelas
            : frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas
             : banyaknya data
           : nilai rata-rata hasil kelas

9.7.2     Uji Homogenitas
Uji homogenitas data diperlukan untuk membuktikan persamaan varians kelompok yang berbentuk sampel tersebut, dengan kata lain kelompok yang diambil berasal dari populasi. Analisis yang digunakan untuk menguji kesamaan variabel dalam penelitian ini menggunakan uji F dengan menggunakan rumus:
H0  :  =
H1 :    𝝈
                                                          (Sudjana, 2005 :250)
Kriteria pengujian: terima Ho jika  dan sebaliknya tolak Ho jika
10              Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini untuk mengetahui hipotesa teknik analisis data penelitian ini menggunakan uji (t). Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
 

Uji t =
           
 =                                                            Sudjana, 2005: 239)
Keterangan:
t           = perbedaan rata-rata kedua sampel

      = rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen
      = rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol
       = standar deviasi kelas eksperimen
       = standar deviasi kelas kontrol
        = jumlah sampel kelas eksperimen
        = jumlah sampel kelas kontrol
     = standar deviasi kelas kontrol dan kelas eksperimen







DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Asdoris, Syarifuddin. 2009. Pembelajaran Matematika Sekolah. Tersedia dalam : http://syarifartikel.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-matematika-sekolah-1.html (diakses tanggal 7 juni 2011)
Asdoris, Syarifuddin. 2008. Bagaimana Pembelajaran Matematika di SD. Tersedia dalam : http://syarifartikel.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-matematika-sekolah-1.html (diakses tanggal 7 juni 2011)
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2011. Pedoman Penulisan Skripsi. Palembang: Universitas PGRI Palembang
Fithry Ramadhan, Hammad. 2009. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Indonesia. Tersedia dalam : http://h4mm4d.wordpress.com/2009/02/27/pendidikan-matematika-realistik-indonesia-pmri-indonesia/ (diakses tanggal 6 mei 2011)
Hadi, Sutarto. 2003. Paradigma baru Pendidikan matematika. Banjarmasin:  FKIP Universitas Mangkurat
Hadi, Sutarto. 2005. Pendidikan Matematikan Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip Banjarmasin
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik Di SMP. Yogyakarta : Kemendiknas
Kesumawati, Nila. 2010. ”Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik”. Disertasi. Bandung: Tidak Diterbitkan
Krisna. 2009. Pengertian dan ciri-ciri Pembelajaran. Tersedia dalam: http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/ (diakses tanggal 7 juni 2011)
Muslich, Masnur. 2009. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.
Riduwan. 2005. Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta
Sagala, Saipul. 2010. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.
Sudjana. 2005. Metode Statistika.  Bandung : Tarsito.
Unila, Mathedu. 2010. Pengertian Belajar. Tersedia dalam: http://mathedu-unila.blogspot.com/2010/10/pengertian-belajar.html  (diakses tanggal 7 juni 2011)
Zulkardi. 2005. Pendidikan Matematika Di Indonesia: Beberapa Permasalahan dan Upaya Penyelesaiannya. Palembang: UNSRI






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar